Senin (17/08).
Jerit tangis penderitaan rakyat
Indonesia memecah kenteraman di Bumi Asesuko Karaharjan (Sukoharjo). Kolonial
Belanda merampas kebahagiaan rakyat yang hidup damai sejahtera. Mereka menindas
dan mengadu domba rakyat Indonesia yang kelaparan.
Banyak pahlwan kusuma bangsa gugur demi menurunkan bendera Merah Putih Biru yang berkibar menantang angin. Perlawanan demi perlawanan yang disusun di daerah tidak berhasil mengibarkan merah putih pada tiangnya. Hingga suatu ketika, pasukan dibawah komando Ir. Soekarno melancarkan serangan. Teriakan Allahu akbar pecah seiring ayunan golok dan berbagai senjata tradisional serta bendera yang terikat pada bambu runcing.
Banyak pahlwan kusuma bangsa gugur demi menurunkan bendera Merah Putih Biru yang berkibar menantang angin. Perlawanan demi perlawanan yang disusun di daerah tidak berhasil mengibarkan merah putih pada tiangnya. Hingga suatu ketika, pasukan dibawah komando Ir. Soekarno melancarkan serangan. Teriakan Allahu akbar pecah seiring ayunan golok dan berbagai senjata tradisional serta bendera yang terikat pada bambu runcing.
Rakyat Indonesia
bersatu dan menyerbu tentara Belanda yang sudah terlalu lama menjajah negeri
ini. Pasukan mendesak dan memasuki markas tentara Belanda. Merebut dan
menurunkan bendera Belanda dari tiangnya. Teriakan kemerdekaan membahana
seiring dirobeknya bendera merah, putih, biru milik Belanda menjadi
bendera merah putih. Datanglah Sang Proklamator Ir. Soekarno membacakan teks
proklamasi kemerdekaan Rakyat Indonesia. Berkibarlah bendera putih di atas
tiang tertinggi diiringi lagu Indonesia Raya.
Itulah alur cerita drama kolosal yang diperankan lebih dari 500 orang dari berbagai komponen/komunitas masyarakat Sukoharjo diakhir Upacara Bendera memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-70 di Alun-alun Satya Negara, Sukoharjo.
Dandim 0726/Sukoharjo, Letkol Inf Riyanto, S.I.P
yang bertindak sebagai Ir. Soekarno (Sang Proklamator) yang didampingi Ketua
Persit KCK Cab. XLVII Ny. Nanik Riyanto sebagai Ibu Fatmawati dalam drama
tersebut menyampaikan “Drama kolosal ini
sengaja kami rencanakan untuk memberikan gambaran bagaimana para pejuang dan
para pahlawan meraih kemerdekaan. Dari sini paling tidak ada satu nilai-nilai
yang bisa kita tanamkan untuk adik-adik dan diri kita, bahwa kemerdekaan itu
bukan pemberian Belanda, tapi didapat dari hasil perjuangan para pahlawan
pendahulu kita. Mereka berjuang tanpa
pamrih, mengorbankan harta, benda, bahkan nyawanya untuk meraih kemerdekaan
itu. Kami ingin Upacara Bendera
peringatan HUT Kemerdekaan yang digelar dengan biaya tinggi itu berakhir begitu
saja. Disamping untuk memberi hiburan kepada masyarakat yang terpenting adalah untuk
menanamkan nilai-nilai perjuangan pada para generasi kita, sehingga akan
terbentuk karakater bangsa yang diharapkan,” katanya