Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi. Mantan IRKEHAD kelahiran Kebumen, 23 Agustus 1922, ini gugur di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 sebagai korban dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI. Ayahanda Letjen TNI Agus Widjojo ini dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutoyo Siswomiharjo mengecap pendidikan HIS dan AMS di Semarang. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Sebelum menjadi tentara, Sutoyo bertugas sebagai Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo.
Tugas sebagai seorang Militer dimulai saat perjuangan kemerdekaan 1945. Sutoyo menjabat Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946). Kemudian menjadi Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949). Pada tahun 1950 Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan Batalyon I CPM dan tahun 1951 Danyon V CPM.
Lalu pada tahun 1954 menjabat sebagai Kepala Staf MBPM hingga akhir tahun 1954. Mulai tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol hingga tahun 1956. Sejak tahun ini diangkat menjadi Asisten ATMIL di London. Setelah kembali di tanah air dan selesai mengikuti pendidikan Kursus "C" Seskoad tahun 1960. Pada tahun 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD. Pada tahun 1964 dinaikan pangkatnya menjadi Brigjen.
Menjelang pemberontakan G 30 S/PKI yang ternyata menculik dan membunuhnya, Pak Toyo, panggilan akrabnya, mengalami beberapa hal yang dirasakan kurang enak seperti udara yang panas walaupun ruang ber AC. Namun di tengah perasaan kurang enak itu, dia memerintahkan untuk membuat rencana peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965 secara cermat kepada ajudannya.
Firasat itu ternyata terbukti tanggal 1 Oktober jam 04.00 Brigjen TNI Sutoyo diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI. Adapun gerombolan yang bertugas menculik Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo dipimpin oleh Serma Surono dari Men Cakrabirawa dengan kekuatan 1 (satu) peleton. Dengan todongan bayonet, mereka menanyakan kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju kamar tengah. Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka pratu Suyadi dan Praka Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI Sutoyo dipanggil oleh Presiden.
Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke luar rumah sampai pintu pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo. Dengan diapit oleh Serda Sudibyo dan Pratu Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo berjalan keluar pekarangan meninggalkan tempat untuk selanjutnya dibawa menuju Lubang Buaya, gugur dianiaya di luar batas-batas kemanusiaan oleh gerombolan G 30 S/PKI.
Tugas sebagai seorang Militer dimulai saat perjuangan kemerdekaan 1945. Sutoyo menjabat Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946). Kemudian menjadi Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949). Pada tahun 1950 Mayor Sutoyo menjabat sebagai Komandan Batalyon I CPM dan tahun 1951 Danyon V CPM.
Lalu pada tahun 1954 menjabat sebagai Kepala Staf MBPM hingga akhir tahun 1954. Mulai tahun 1955 sebagai Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol hingga tahun 1956. Sejak tahun ini diangkat menjadi Asisten ATMIL di London. Setelah kembali di tanah air dan selesai mengikuti pendidikan Kursus "C" Seskoad tahun 1960. Pada tahun 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD. Pada tahun 1964 dinaikan pangkatnya menjadi Brigjen.
Menjelang pemberontakan G 30 S/PKI yang ternyata menculik dan membunuhnya, Pak Toyo, panggilan akrabnya, mengalami beberapa hal yang dirasakan kurang enak seperti udara yang panas walaupun ruang ber AC. Namun di tengah perasaan kurang enak itu, dia memerintahkan untuk membuat rencana peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965 secara cermat kepada ajudannya.
Firasat itu ternyata terbukti tanggal 1 Oktober jam 04.00 Brigjen TNI Sutoyo diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI. Adapun gerombolan yang bertugas menculik Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo dipimpin oleh Serma Surono dari Men Cakrabirawa dengan kekuatan 1 (satu) peleton. Dengan todongan bayonet, mereka menanyakan kepada pembantu rumah untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju kamar tengah. Setelah pintu dibuka oleh Brigjen TNI Sutoyo, maka pratu Suyadi dan Praka Sumardi masuk ke dalam rumah, mereka mengatakan bahwa Brigjen TNI Sutoyo dipanggil oleh Presiden.
Kedua orang itu membawa Brigjen TNI Sutoyo ke luar rumah sampai pintu pekarangan diserahkan pada Serda Sudibyo. Dengan diapit oleh Serda Sudibyo dan Pratu Sumardi, Brigjen TNI Sutoyo berjalan keluar pekarangan meninggalkan tempat untuk selanjutnya dibawa menuju Lubang Buaya, gugur dianiaya di luar batas-batas kemanusiaan oleh gerombolan G 30 S/PKI.